Jumat, 07 Oktober 2011

Penyakit Taswiif (Menunda-nunda)


Seorang ulama salafus shalih, Syekh Hasan al-Basri rahmatullah 'alaih, mengingatkan kita untuk senantiasa waspada terhadap penyakit ini. Sebagaimana diriwayatkan oleh muridnya Ibnu al-Mubarok (wafat 181 H) dalam kitabnya az-Zuhd. Beliau berkata,
“Jauhilah dirimu dari taswif. Karena sesungguhnya engkau berada dengan harimu ini dan bukan dengan hari esokmu. Jika engkau diberi kesempatan untuk bernafas esok hari, maka jadikanlah hari esok itu sama seperti harimu ini. Karena jika hari esok tidak diperuntukkan bagimu, engkau tidak akan menyesal dengan hari yang kau lalui hari ini.”

Apa yang dimaksud dengan Taswiif ?

Taswiif berasal dari bahasa Arab, dari akar kata: sawwafa – yusawwifu – taswiifan yang semakna dengan kata maathoola – yumaathilu – mumaatholatan atau akhkhara – yuakhkhiru – ta'khiiraan, yang berarti : mengakhirkan, melambat-lambat atau menunda-nunda pekerjaan.

Sedangkan menurut Sayyid Muhammad Nuh, taswiif secara istilah berarti : suatu penyakit hati yang terdapat pada seorang muslim/ aktivis da’wah berupa mengakhirkan atau menunda suatu pekerjaan tertentu baik yang bersifat ibadah maupun muamalah, dalam skala fardi (perorangan) maupun jama’i (kelompok) yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja yang disebabkan karena sebab-sebab dan faktor-faktor tertentu.

Dalam al-Qur'an kita memang tidak akan menjumpai kata taswiif ini secara spesifik. Namun, kata sawfa yang merupakan seakar dengan kata taswiif dapat kita temui hingga 42 kali.

Sedangkan dalam hadits Rasulullah kita akan menemui kata taswiif ini secara sepesifik dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Ashbahaany dari Tsabit bin Muhammad al-Kufy al-Abid, sebagaimana berikut :
Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang menyesal adalah orang yang menunggu datangnya rahmat dari Allah. Sedangkan orang yang ujub (bangga) adalah orang menunggu kemurkaan Allah. Ketahuilah wahai hamba Allah, sesungguhnya setiap orang yang beramal akan mempertanggung jawabkan atas amalnya, dan tidak akan keluar dari dunia hingga ia melihat kebaikan dan kejelekan amalnya. Dan bahwasanya amal itu tergantung akhirnya. Siang dan malam berjalan cepat, maka berbuat baiklah dalam melalui keduanya menuju akhirat. Dan hindarilah taswif, karena sesungguhnya kematian itu datang secara tiba-tiba. Dan janganlah kalian terperdaya oleh ungkapan “kelembutan Allah”, karena surga dan neraka itu lebih dekat pada kalian dari pada tali sendalnya sendiri.” Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat, “Maka barang siapa yang beramal kebaikan seberat biji sawi, pasti ia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa yang beramal keburukan seberat biji sawi maka ia pasti akan melihat (balasan)nya. (QS Al Zalzalah : 7-8)”

Larangan menunda-menunda amal (taswiif)

Penyakit taswiif (menunda amal) adalah penyakit yang menghinggapi seseorang yang panjang angan-angannya dan menyangka kehidupannya masih akan berlangsung lama. Ia tidak menyadari jika ajal (habisnya usia) senantiasa mengincar kehidupannya setiap detik. Seseorang yang mengidap penyakit taswiif selalu merasa masih ada waktu untuk bertaubat, memperbaiki diri dan ber'amal. Padahal, siapakah yang dapat menjamin bahwa seseorang masih akan hidup esok hari ? Bahkan, tidak ada yang dapat menjamin apakah kita masih akan bernafas pada detik selanjutnya !
Untuk itu Allah SWT dan Rasul-Nya sering mengingatkan kita untuk tidak menunda-nunda 'amal (taswiif) melalui al-Qur'an dan as-Sunnah.

Seperti dalam firman Allah SWT berikut ini :
1. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 63:10)

2. (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (QS. 23:99-100)

3. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris. dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS.89:21-24)

Demikian juga dalam al-Hadits, Rasulullah SAW sering menyuruh kita untuk bersegera dalam melakukan kebaikan, seperti dalam hadit berikut ini :
1. Dari ibn Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda: “Raihlah lima kesempatan sebelum datangnya lima kesempitan. Masa mudamu sebelum datangnya masa tuamu, masa sehatmu sebelum datangnya masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, waktu luangmu sebelum datangnya waktu sempitmu dan masa hidupmu sebelum datangnya masa matimu. (Diriwayatkan oleh Imam al-Haakiim dalam al-Mustadrak)

2. Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : "Bersegeralah kalian melaksanakan amal shaleh kerena tujuh hal : (1) Apakah kalian hanya menanti kefakiran yang melupakan, (2) atau kekayaan yang menyesatkan, (3) atau sakit yang merusakkan, (4) atau ketuaan yang melemahkan, (5) atau kematian yang mendadak, (6) atau Dajjal, yang merupakan seburuk-buruk hal ghaib yang akan datang, (7) ataukah hari kiamat, sedang hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit." (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya)

Penyebab Taswiif

DR. Sayyid Muhammad Nuh menjelaskan beberapa penyebab munculnya penyakit taswiif, diantaranya adalah :
1. Lingkungan keluarga yang biasa melakukan taswiif
Keluarga adalah sekolah kita yang pertama (madrasatul uulaa). Orang tua yang terbiasa taswiif akan mempengaruhi seluruh anggota keluarganya untuk juga melakukan hal yang sama. Untuk itu Rasulullah SAW senantiasa menganjurkan untuk bersikap memenuhi janji dan tidak berdusta kepada anak. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa suatu ketika Abdullah ibn Amir dipanggil oleh ibunya. Dan Rasulullah SAW sedang duduk-duduk di rumah mereka. Lalu sang ibu berkata, kesinilah nak, aku beri kamu sesuatu. Pada saat itu, Rasulullah SAW berkata, “apa yang akan kamu berikan padanya?”, Ibunya menjawab, “korma.” Kemudian Rasulullah SAW mengatakan, “Sekiranya kamu tidak memberikannya sesuatu, maka kamu akan dinilai mendapatkan kedustaan di mata Allah.”

2. Bersahabat dengan orang-orang malas dan berpenyakit (taswiif)
Lingkungan pergaulan dan persahabatan kita akan sangat mempengaruhi diri kita. Rasulullah saw bersabda, "Jika engkau ingin mengetahui keperibadian seseorang lihatlah siapa saja temannya."

3. Lemahnya semangat dan besarnya keinginan untuk santai dan bermalas-malasan.
Untuk itu Rasulullah SAW mengajarkan untuk selalu mendawamkan (membiasakan) do'a untuk menghindari rasa malas, sebagai berikut : Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari jeratan hutang dan penindasan orang lain. (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud)

4. Tingginya angan-angan dan lupa akan kematian serta kampung akhirat.
Padahal tidak ada yang pasti melebihi kepastian akan datangnya kematian. Imam Ali ibn Abi Thalib ra berkata, "Sungguh aku heran melihat seseorang yang mengejar sesuatu yang tidak pasti. Dan tidak ada yang sangat tidak pasti selain kehidupan. Aku pun heran melihat seseorang melupakan kepastian. Dan tidak ada yang sangat pasti selain kematian."
Allah Swt berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Q.S. Alii Imran ayat 185)

5. Menganggap remeh dosa-dosa.
Dari Abdullah ibn Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang mu’min melihat dosa-dosanya seperti seolah-olah ia duduk di atas sebuah gunung, dan ia takut jatuh kedalamnya. Dan orang fajir (banyak dosanya) melihat dosanya seperti lalat yang berlalu di atas hidungnya.

Akibat dari penyakit taswiif

Secara singkat akibat taswif adalah sebagai berikut:
1. Dalam skala fardi (pribadi).
· Penyesalan dan kesedihan, pada waktu tiada bermanfaatnya hal tersebut. Karena seseorang yang taswif secara langsung atau tidak, telah melanggar larangan dan perintah Allah, kemudian ia selalu menunda-nunda taubat. Hingga ketika ambang kematian telah berada di pelupuk mata, ia menyesal dan sedih. Namun apakah ada manfaatnya ketika sakratul maut telah tiba untuk bersedih?
· Bertumpuk-tumpuknya dosa dan sulit untuk bertaubat. Karena taswif merupakan jembatan bagi manusia untuk menumpuk-numpuk dosa. Ketika dosa telah bertumpuk, hatipun hitam. Dan jika hati menghitam, maka taubatpun akan sulit dilakukan.
· Bertumpuk-tumpuknya pekerjaan, dan kesulitan untuk menunaikannya. Semakin ia menunda-nunda, maka semakin banyak pula pekerjaan yang mengintainya. Dan semakin lama justru semakin menyulitkannya, serta akhirnya menyebabkan pekerjaannya terbengkalai.

2. Dalam skala jama’i (kelompok/masyarakat).
· Menghambat proses perjalanan amal Islami. Karena dapat dibayangkan, ketika para aktivis da’wah berpenyakit taswif, yang selalu menunda-nunda dan mengulur-ulur waktu untuk melakukan program kerja da’wah, dapat dipastikan bahwa proses perjalanan da’wah akan terhambat. Apalagi taswif ini menurut Dr. Sayid Muhamad Nuh juga menyebabkan hilangnya kewibawaan, baik dalam skala fardi maupun jama’i. Dan tidak dapat dibayangkan manakala gerbong da’wah sudah kehilangan kewibawaannya di hadapan umatnya sendiri, karena jika telah demikian apalagi yang akan diharapkannya?
· Tidak mendapatkan nasrullah (pertolongan Allah). Karena pertolongan Allah hanya bersama orang-orang yang tidak melanggar hukum Allah. Adapun taswif, sedikit banyak melanggar hukum Allah tersebut.
Inilah sebagian akibat yang ditimbulkan oleh taswif. Benar-benar merupakan kerugian dunia dan akhirat. Di mata Allah penyakit ini tercela, sementara di mata manusia, pengidapnya akan kehilangan kewibawaan, kepercayaan dan kejayaan. Karena yang terakhir disebut ini sangat terkait dengan adanya nasrullah. Ketika nasrullah tidak turun, maka dengan apalagi manusia berharap?
Namun segalanya belum terlambat. Masih ada nafas dalam jiwa kita yang memberikan secercah sinar untuk menggapai ridho dan rahmatnya dengan memperbaiki diri dari taswif ini.

Wallahu a'lam bish showwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar