Sabtu, 18 Desember 2010
Surat Untuk Calon Ratu Bidadari Surgaku
Iseng-iseng membuka agenda lama, terselip secarik kertas berisi tulisan tangan saya. Sebuah surat yang pernah saya layangkan lebih dari tiga tahun yang lalu, untuk calon istri saya waktu itu. Rupanya istri saya menyimpannya dengan baik.
Surat itu berisi....
Teruntuk
Calon Ratu Bidadari Surgaku
di tempat
Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Alhamdulillah, washshalaatu wassalaamu 'alaa Rasulillaah.
Demi Allah...
Yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya,
dan belahan jiwaku pun masih di genggam-Nya.
InsyaAllah...
telah kubisikkan dalam istikharahku
sebaris namamu Tessa Sri Martira.
Tapi...
adakah seorang lelaki shalih telah mengkhitbahmu?
Jika tidak...
izinkan aku yang sedang belajar menjadi shalih ini mengkhitbahmu.
Sudikah engkau menemaniku mencapai tujuanku,
dalam menyempurnakan separuh agamaku?
Sudikah engkau mendampingiku,
mengarungi sisa hidup bersamaku,
dalam susah atau mudah,
dalam suka atau duka,
dalam tangis atau tawa,
dalam bahagia ataupun sengsara,
dalam sehat ataupun sakit,
dalam lapang maupun sempit,
dalam kaya maupun miskin?
Dan bersediakah engkau menjadi pendampingku di dunia yang sementara ini,
dan di akhirat (surga) yang selama-lamanya nanti?
Demi Allah...yang memberiku petunjuk.
Dan demi Allah...yang memilihkanmu sebagai pilihanku.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Bandung, 19 Rabi'ul Awwal 1428 H
tertanda
Djamaludin
Kamis, 09 Desember 2010
“MANJA”
Melihat sepupunya makan es krim, Lathifa yang baru 2 tahun 4 bulan itu dengan suara manjanya meminta,
“Ayah…mau pengen ekkim, Yah…”
“Neng kan lagi batuk…nanti sakit lagi tenggorokkannya…” bujuk saya.
Mendengar bujukan Ayahnya, suara Cuneng (panggilan kesayangan) semakin bertambah keras,
“Ayyaaah…mau pengen ekkiiim…” dengan teriakan dan isak tangisnya.
Semakin dibujuk, semakin keras tangisnya. Seolah ia yakin bahwa dengan cara itu ia akan mendapatkan ‘ekkim’ yang diinginkannya.
Namun, batuk dan pileknya yang belum sembuh membuat saya memilih untuk tidak memberikan ‘ekkim’ (es krim) yang dimintanya. Paling tidak untuk sekarang, mungkin nanti saja jika batuk pileknya sudah reda. Karena setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
Akhirnya, saya alihkan perhatiannya kepada seekor burung. Yang melompat-lompat ke sana ke mari dalam sangkarnya. Seakan-akan saya berdialog dengan burung itu. Melihat tingkah burung dalam sangkar itu Cuneng tersenyum. Tangisnya mereda. Ia terhibur meski tanpa ‘ekkim’ yang diiginkannya.
Sama halnya ketika kita menginginkan sesuatu dan meminta kepada Allah SWT. Kita manja kepada-Nya. Kita menangis dan meminta dengan ke”manja”an kita pada-Nya. Seolah yakin bahwa Allah akan memberikan apa yang kita inginkan.
Akan tetapi Allah lebih Tahu apa yang terbaik bagi kita. Allah pun Tahu bahwa kita belum layak atau belum mampu mendapatkan apa yang kita inginkan. Sehingga Allah menunda bahkan terkadang menggantinya dengan sesuatu yang lain.
Rabu, 08 Desember 2010
Masih Kurasakan Kasihmu
Sayup terdengar lantunan ayat suci, membuatku tersentak, terjaga dari mimpi
Ada sesak memenuhi rongga dada, seiring melehnya air mata kerinduan
Baru saja terdengar sapaannya dalam mimpi yang seakan nyata
Yang tak pernah bosan mengingatkanku untuk menjadi yang terbaik
Masih Kurasakan Kasihmu...duhai Ibu
Kala aku mengenangmu...
Teringat senyum terakhir dari paras cantik wajahmu
Masih terasa dekap erat dan lembut belaian tanganmu yang selalu ingin kupinta
Saat sesak dalam dada menyapa, usapan tanganmu yang kutunggu
Saat mata lelah memandang dunia, lembut senyummu datang menyambut
Saat jantung enggan berdetak, kecupan cintamu yang menguatkan aku
Masih Kurasakan Kasihmu...wahai Ibu
Engkaulah penawar atas segala rasa sakitku
Engkaulah pelita dalam gelap perjalanan hidupku
Engkaulah lentera pagi yang terangi langit hatiku
Engkaulah malaikat penjagaku, penyemangat hidupku
Engkau segalanya bagiku
Ibu...Masih Kurasakan Kasihmu
Kini...tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambutku
Tak ada lagi senyum riang tanda bahagia bersamamu
Takkan ada lagi canda tawa menghiasi hari-hari bersamamu
Hanya kamar kosong tanpa penghuninya
Hanya ruang hampa yang dipenuhi sunyi di setiap jengkalnya
Ibu...Masih Kurasakan Kasihmu
Ku akui setetes keringatmu takkan pernah sanggup ku ganti
Setiap tetesan tangismu pun takkan pernah mampu ku beli
Dan kini...di dekat nisanmu kuberdiri
Tuk sekedar ungkapkan kerinduanku selama ini
Seraya merayu, menangis, dan meratap memanjatkan do'a
Yaa Rabbi...
Ampuni segala kesalahannya sebagaimana ia mengampuni kesalahanku
Hapuskan dosa-dosanya sebagaimana ia menghapus segala kesedihanku
Yaa Rabbi...
Lapangkan kuburnya sebagaimana ia melapangkan sesak dalam dadaku
Terangilah ia di dalamnya sebagaimana ia menerangi gelap perjalananku
Dan berikan ia tempat yang terbaik di sisi-Mu,
sebagaimana ia menempatkanku dalam hidupnya
Yaa Rabbi...
Ingin sekali lagi kurasakan lembut jemarinya membelai kepala ini
Ingin sekali lagi kuberbakti namun ku tahu ia takkan kembali
Yaa Rabbi...
Sampaikan salam rinduku untuk Ibu
Dari anaknya yang masih berhutang kasih sayang padanya
Langganan:
Postingan (Atom)